KATA
PENGANTAR
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan
yang seimbang antara hak dan kewajiban, jika kita mengakui hak hidup kita .maka
kita harus mempertahankan hak hidup .Jika kita mengakui hak hidup orang lain
,kita wajib memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mempertahankan hak
hidup mereka sendiri .Jadi ,Keadilan pada pokoknya terletak pada keseimbangan
atau keharmonisan antara menuntut hak ,dan menjalankan kewajiban .Intinya bila
tidak terjadinya suatu keharmonisan antara hak dan kewajiban, masalah yang
timbul adalah memperbudak,pemerasan atau diperbudak ,diperas .
Socrates berkata “Keadilan itu hendaknya bentuknya macam-macam.satu diantaranya ialah bilamana pemerintah dengan rakyatnya terdapat
saling pengertian yang baik ”.tegasnya keadilan itu tercipta bilamana
setiap warga sudah dapat merasakanbahwa pihak pemerintah (semua pejabat) sudah
melaksanakan tugasnya dengan baik .
Praktek ketidakadilan dalam teori
membuktikan kalau ketidakadilan merupakan akibat logis dari sesuatu sistem yang
berlaku , baik ekonomi, sosial ataupun politik .tidak berlebihan kalau
dikatakan disini bahwa penolakan tehadap
praktek-praktek ketidakadilan bisa jadi telah merupakan suatu nilai yang
universal ,dalam arti diikuti oleh hampir semua masyarakat yang ada didunia ini.Ada
berbagai macam keadilan dalam masyarakat,keadilan legal,keadilan distributif
,dan keadilan komulatif .Pada hakikatnya keadilan-keadilan tercipta untuk
mewujudkan masyarakat yang adil, sejahtera, dan sentosa .
BAB
I
PENDAHULUAN
A
.PENGERTIAN
Theodorson
& Theodorson (1979:115-116) mengartikan diskriminasi sebagai “perlakuan
yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu,
biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan
ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial”.menurut KOMNAS
HAM berdasarkan prinsip pokok dalam HAM penulis berkesimpulan bahwa telah “Terjadinya
pembedaan dari sebuah perilaku untuk sebuah alasan tertentu dan tujuan tertentu
,serta untuk suatu kepentingan” .
KOMNAS
HAM berprinsip, “yang terdiri enam prinsip pokok dalam HAM ,salah satunya Sederajat
dan tanpa diskriminasi (equality and non-discrimination) yakni Setiap
individu sederajat sebagai umat manusia dan memiliki kebaikan yang inheren
dalam harkat-martabatnya masing-masing. Setiap umat manusia berhak sepenuhnya
atas hak-haknya tanpa ada pembedaan dengan alasan apapun, seperti yang
didasarkan atas perbedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, etnis, usia, bahasa,
agama, pandangan politik dan pandangan lainnya, kewarganegaraan dan latar
belakang sosial, cacat dan kekurangan, tingkat kesejahteraan, kelahiran atau
status lainnya”[1]
.
Prinsip non-diskriminasi sebenarnya
bagian integral dengan prinsip persamaan, dimana menjelaskan bahwa tiada
perlakuan yang membedakan dalam rangka penghormatan, perlindungan dan pemenuhan
hak-hak seseorang. Pembedaan, baik berdasarkan kelas/bangsa tertentu, agama,
suku, adat, keyakinan, jenis kelamin, warna kulit dan sebagainya, adalah
praktek yang justru menghambat realisasi hak-hak asasi manusia[2] .
Jelas dan tegas, bahwa hak-hak asasi manusia melarang adanya diskriminasi yang
merendahkan martabat atau harga diri komunitas tertentu[3],
dan bila dilanggar akan melahirkan pertentangan dan ketidakadilan di dalam
kehidupan manusia.
Karateristik
lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi
Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau
kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis
kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.
Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang
bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.Diskriminasi
ditempat kerja
Macam –
macam diskriminasi dalam keragaman masyarakat antara lain diskriminasi terhadap[4]:
·
Suku,bangsa, ras dan gender
·
Agama dan keyakinan
·
Ideologi dan politik
·
Adat dan Kesopanan
·
Kesenjangan ekonomi
·
Kesenjangan sosial
Diskriminasi telah dialami Rakyat
indonesia saat penjajah belanda menduduki Indonesia yaitu dengan aturan-aturan
hukum dagang yang menguntungkan belanda, serta penggolongan dalam penerapan
hukum yang semata-mata untuk menundukkan orang pribumi / Indonesia . Lalu agar
dapat terhindarnya penduduk keturunan eropa dari hukuman mati jika melakukan
perbuatan pidana berat
B
.PERMASALAHAN
Diskriminasi Agama
Hubungan antara kelompok agama menjadi persoalan yang belum
terselesaikan. Berulangnya model kekerasan beragama dengan pola yang mirip,
merupakan dampak dari tindakan diskriminasi yang dilakukan negara terhadap
kelompok agama minoritas. Bahkan, kasus kekerasan beragama tidak lagi
diselesaikan melalui kebijakan publik namun menyerahkan sepenuhnya kepada elit
politik lokal. dengan keterdiaman pemerintah dan cenderung melokalkan
penanganan kasus seperti ini ,mengakibatkan timbulnya main hakim sendiri dari
kalangan agama konservatif .
Fenomena kekerasan beragama yang kerap terjadi di daerah menjadikan
masyarakat kian permisif terhadap berbagai aksi kekerasan yang dilakukan
kelompok tertentu yang mengatasnamakan agama. Sangat disayangkan bahwa
pemerintah masih menganggap kasus kekerasan beragama yang terjadi selama ini
dalam batas normal.Sementara dari kelompok agama yang melakukan aksi kekerasan
melakukan pembenaran dengan doktrin teologi. Bahaya besar apabila menganggap
kekerasan agama yang terjadi ini sebagai sesuatu yang normal .
Sepanjang 2010, aksi kekerasan masih terjadi di seputar masalah pendirian
rumah ibadah. Laporan CRCS menemukan ada 39 rumah ibadah yang dipersoalkan,
sebagian besar menyangkut keberadaan gereja yang dipermasalahkan oleh sebagian
umat muslim. Menariknya, 70% kasus terkonsentrasi di Jawa Barat, DKI Jakarta, dan
Banten. Cukup memprihatinkan, 17 kasus kekerasan fisik terjadi dalam persoalan
rumah ibadah tersebut. Sebagian dari konflik rumah ibadah berujung kekerasan.
Kasus persoalan rumah ibadah selama tahun 2010 meningkat dua kali lipat
dibanding tahun 2009 yang hanya ditemukan 18 kasus,[5].
Persoalan izin pendirian masjid menjadi pemicu utama munculnya
kasus-kasus persoalan rumah ibadah. Sebanyak 24 kasus mengandung unsur belum
adaya izin rumah ibadah, sedangkan 4 kasus menyangkut rumah ibadah yang telah
memiliki izin, tetapi tetap saja dipersoalkan. "Kenyataannya masalah
seputar rumah ibadah tidak saja menyangkut kerukunan beragama, tapi juga
kebebasan beragama," katanya.
Diskriminasi Ras ,Etnis dan Gender
Diskriminasi Ras dan Etnis
Adanya
perbedaan ras atau etnis tidak dengan sendirinya berarti terdapatperbedaan hak
dan kewajiban antar kelompok ras dan/atau etnis dalam masyarakat dan negara.
Setiap warga negara berhak memperoleh perlakuan yang sama untuk mendapat
hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan, tanpa membedakan ras dan etnis[6].
Berkaca
pada sejarah dengan kasus yang terjadi pada negara-negara maju ,yang dahulunya
sebagai pendatang yang memiliki kepentingan ,diskriminasi rasial dan Etnis terjadi
pada afrika dengan sistem apartheid yang dijalankan inggris, pengusiran Etnis
Apache di amerika dan merelokasi tanah ulayatnya ,serta etnis aborigin di
Australia yaitu dengan menempatkannya pada suatu daerah yang mengesampingkan
sisi religio magis dari tanah ulayatnya pula ,serta Myanmar dengan Rhohingnya
dengan pengusiran yang bermotif ekonomi dan SARA ,termasuk Indonesia dengan
pembagian aturan hukum dalam suatu golongan berdasarkan ras dan etnis yang
diterapkan penjajah belanda .Namun setelah indonesia merdeka ,diskriminasi
terjadi oleh pemerintah pada hak-hak masyarakat suku terpencil memperoleh
pendidikan yang layak dan diambilnya hak adat setempat akibat dari pengerukan
sumber daya alam ,serta setengah hatinya program pembauran masyarakat tiong hoa
,karena masih timbulnya kecurigaan akan mudahnya akses birokrasi etnis
keturunan sehingga mengakibatkan lolosnya warga negara asing keturunan
memperoleh kartu identitas .
Diskriminasi
Gender
Adanya
perbedaan antara hak dan kewajiban lelaki dan perempuan dalam berbagai sektor .serta dikesampingkannnya kodrat
wanita dalam aturan konstitusi negara , dalam hal cuti haid yang dipersoalkan ,Cuti
melahirkan ada, namun justru menjadi kerentanan perempuan untuk diPHK .Serta
pembatasan usia masa kerja hanya dua tahun ,karena dianggap sudah masuk usia
perkawinan dan berkeluarga, sehingga nanti hamil melahirkan yang menurut
perusahaan justru menjadi tidak efisien. beban keibuan, beban di dalam rumah tangga,
apalagi kalau suami-istri jobless kehilangan kerja yang akan sangat
terasa juga perempuan, beban mengurus kesehatan, membesarkan dan bertanggung
jawab terhadap pendidikan anak.
Disatu pihak seakan-akan kita diberi
keterbukaan proses liberalisasi, dan persamaan hak dalam regulasi, namun dalam
konteks politiknya sebetulnya kita ditutup habis.Kebanyakan mereka tidak
memikirkan kesehatan pribadi. Perempuan lebih banyak peduli dan mengayomi
kepentingan banyak pihak. Hal ini seharusnya membuka mata pemerintah dan
masyarakat untuk lebih menghormati dan melindungi, karena perjuangannya akan
terhenti kalau dia celaka. Diharapkan pegiat pembela perempuan mampu bersikap
tegas dan proporsional.
PENUTUP
KESIMPULAN
§ Hal
penting yang harus dipersiapkan dalam mempengaruhi kebijakan adalah berupaya
mengidentifikasi secara jelas dan komprehensif persoalan yang dialami
masyarakat; apa akibatnya, siapa korbannya, dan seterusnya. Memang menurut saya
identifikasi persoalan dan pola-pola advokasi terhadap diskriminasi yang
berbentuk segregasi sosial dan isolasi, seperti dialami masyarakat 'minoritas'
di Indonesia tidak dapat dilakukan secara sederhana. Mengapa?
§ Instrumen-instrumen
diskriminasi masih melekat di dalam struktur-struktur negara. Menurut saya,
sejak Orde Baru seluruh instrumen diskriminasi ini lahir dari pembatasan atas
tiga kebebasan dasar, meliputi: kebebasan berekspresi, kebebasan berkumpul, dan
kebebasan berorganisasi. Contoh dampak dari tidak adanya kebebasan berekspresi
ini menimpa komunitas bissu di Sulawesi Selatan; akibat ditekan terus menerus
mereka lalu mengisolasi diri, bahkan tidak percaya terhadap orang luar, karena
diasumsikan bila orang luar tersebut masuk berarti akan menghancurkan dirinya.
Kasus lainnya menimpa masyarakat Tionghoa. Mereka cenderung hidup dengan satu
pola pengisolasian diri yang tidak memungkinkan interaksi yang human dan wajar,
antara masyarakat Tionghoa di satu sisi dan apa yang disebut sebagai
"masyarakat pribumi" di sisi lain (maaf, saya memakai kata "pribumi" hanya untuk memudahkan).
Lalu timbullah kecurigaan antara kedua belah pihak.
§ Kedua,
bertahannya praktek diskriminasi ini disebabkan juga oleh hilangnya kemampuan
masyarakat untuk berorganisasi. Hilangnya kemampuan ini membuat masyarakat
terfragmentasi. Fragmentasi sosial terjadi misalnya, bahwa orang hanya
mempercayai pihak-pihak yang biasa bersentuhan saja. Akhirnya masyarakat kita
hidup dalam dunia saling curiga, mengalami atomisasi. Dan individu-individu
menderita krisis kepercayaaan satu sama lain.
SARAN-SARAN
·
Negara secara prinsipil merupakan agen dan
institusi formal yang mengatur masyarakat atas nama masyarakat. Pengendalian
atau pengaturan oleh negara bertujuan untuk membangun hubungan yang saling
menguntungkan dan harmonis antar anggota atau kelompok dalam masyarakat. Agar
berjalan sesuai dengan kebutuhan maka negara harus menciptakan aturan sekaligus
agen (agency) pelaksana. Aturan-aturan tersebut mengikat. Warga negara
memiliki fungsi kontrol melalui mekanisme pengaturan yang disepakati secara
awam.
DAFTAR PUSTAKA
·
http/www.komnasperempuan.or.id/2012/08
·
http://kumpulan-artikel-menarik.blogspot.com/wanita-masih-terbelenggu
diskriminasi.html
·
PP
no.56 thn2010 ,TC.Pengawasan tenang pengahapusan diskriminasi Ras,etnis
·
Suhendar
.SH.Pengertian,Konsep Dan Prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia.Pdf Adobe acrobat
.
googd
BalasHapus